BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakng
Hubungan Hukum antara seorang (subjek Hukum) dengan benda
yang diatur dalam buku Ke-II Kitab Undang-undang Perdata menimbulkan kekuasaan
langsung kepada seseorang yang berhak untuk menguasai suatu benda di dalam
tangan siapapun juga benda itu berada, dengan demikian hak kebendaan bersifat
mutlak dalam arti dapat dipertahankan dan berlaku terhadap siapapun juga dan
setiap orang harus menghormatinya serta dalam hak kebendaan ini selalu ada
hubungan langsung antara orang yang berhak dengan benda meskipun ada campur
tangan dari pihak lain. Jumlah hak kebendaan bersifat terbatas dalam arti hanya
ada hak-hak sepanjang yang sudah ditentukan oleh Undang-undang. karenanya
ketentuan yang terdapat dalam buku ke-II Kitab undang-undang Perdata umumnya
bersifat Dwingenrechts (memaksa). Segala apa yang karena hukum perlekatan
termasuk dalam sesuatu kebendaan sepertipun segala hasil dari kebendaan itu,
baik hasil karena alam maupun hasil karena pekerjaan orang, selama yang
akhir-akhir ini melekat pada kebendaan itu laksana dahan dan akar terpaut pada
tanahnya kesemuanya itu adalah bagian dari kebendaan.
B.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui tentang Pengertian
Hukum Jaminan
2.
Untuk mengetahui tentang Macam-Macam
Hukum Jaminan
3.
Untuk mengetahui tentang Hak Retensi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Jaminan
Istilah hukum jaminan
merupakan terjemahan dari security of law, zekerheidstelling,
atau zekerheidsrechten. Istilah hukum jaminan meliputi jaminan kebendaan
maupun perorangan. Jaminan kebendaan meliputi utang-piutang yang diistimewakan,
gadai, dan hipotek. Sedangkan jaminan perorangan, yaitu penanggungan utang (borgtocht).
Sehubungan dengan pengertian, beberapa pakar merumuskan pengertian umum
mengenai hukum jaminan. Pengertian itu antara lain menurut Satrio, hukum
jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang
seorang kreditur terhadap seorang debitur. Intinya hukum jaminan adalah hukum
yang mengatur tentang jaminan piutang seseorang. Disamping itu, Salim HS juga
memberikan perumusan tentang hukum jaminan, yaitu keseluruhan kaidah – kaidah
hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam
kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit. [1]
Dari dua pendapat perumusan pengertian hukum jaminan di atas
dapat disimpulkan inti dari hukum jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur
hubungan hukum antara pemberi jaminan atau debitur dengan penerima jaminan atau
kreditur sebagai pembebanan suatu utang tertentu atau kredit dengan suatu jaminan
(benda atau orang tertentu).
Hak kebendaan yang bersifat sebagai
pelunasan hutang (hak jaminan) adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor
yang memberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan
jaminan jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi
(perjanjian).
Sedangkan jaminan yang lahir karena perjanjian adalah
jaminan yang harus diperjanjikan terlebih dahulu diantara para pihak.
Perjanjian penjaminan ini merupakan perjanjian accessoir, yaitu
perjanjian yang mengikuti dan melekat pada perjanjian dasar atau perjanjian
pokok yang menerbitkan utang atau kewajiban atau prestasi bagi debitur terhadap
kreditur.
Dengan demikian hak jaminan tidak
dapat berdiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan
(accessoir) dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang
(perjanjian kredit).
Pada asasnya kedudukan para kreditur
atas tagihan mereka terhadap seorang debitur adalah sama tinggi, oleh karenanya
mereka disebut kreditur konkuren. Hal itu berarti, bahwa pada asasnya mereka
mempunyai hak yang sama atas jaminan umum, yang diberikan oleh pasal 1131,
yaitu atas seluruh harta debitur, kesempatan para kreditur untuk mendapat
pelunasan atas tagihan mereka, pada asasnya adalah sama, sebab kalau kekayaan
debitur tidak cukup menjamin seluruh hutangnya. Maka atas hasil penjualan harta
debitur, para kreditur berbagi pond’s, dalam arti seimbang dengan besar
kecilnya tagihan mereka (pasal 1132 KUHPerdata).
Kalau diantara para kreditur ada
yang menghendaki kedudukan yang lebih, lebih dari sesama kreditur konkuren,
maka kreditur dapat memperjanjikan hak jaminan, baik hak jaminan perorangan,
seperti pada debitur tanggung-menanggung dan adanya borg yang memberikan
kepadanya kedudukan yang lebih baik, karena adanya lebih dari seorang yang
dapat ditagih, maupun memperjanjikan hak jaminan kebendaan yang memberikan
kepadanya hak untuk didahulukan di dalam mengambil pelunasan atas hasil
penjualan benda tertentu atau sekelompok benda-benda tertentu milik
debitur,pemberi jaminan, dan ada kalanya disamping itu juga dipermudah dalam
melaksanakan haknya.[2]
Ada tiga tingkatan kreditur, yaitu :
- Kreditorseparatis,yaitu Kreditor yang mempunyai hak jaminan kebendaan,diantaranya: pemegang hak tanggungan, pemegang gadai, pemegang jaminan fidusia,pemegang hak hipotik, dan lain-lain
- Kreditor preferent, yaitu Kreditor pemegang hak istimewa seperti yang diatur dalam Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUHPerdata.
- Kreditor konkuren atau disebut juga kreditor bersaing, karena tidak memiliki jaminan secara khusus dan tidak mempunyai hak istimewa, sehingga kedudukannya sama dengan kreditor tanpa jaminan lainnya berdasarkan asas paritas cridetorium.
Setiap Kreditor pasti mempunyai jaminan kebendaan
pelunasan utang dari debitor baik yang bersifat umum maupun yang bersifat
khusus. Apabila Kreditor tidak meminta jaminan secara khusus ketika melakukan
perjanjian utang-piutang dengan Debitor, maka berdasarkan Pasal 1131 KUHPerdata
secara otomatis kreditor mempunyai jaminan umum pembayaran utang dari harta benda
milik debitor. Dalam pelunasan hutang adalah terdiri dari pelunasan bagi
jaminan yang bersifat umum dan jaminan yang bersifat khusus.
1.
Jaminan
Umum
Pelunasan hutang dengan jaminan umum
didasarkan pada pasal 1131KUH Perdata dan pasal 1132 KUH Perdata. Dalam pasal
1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun
yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan
terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya.
Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata
menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi
semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya. Pendapatan penjualan
benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang
masing-masing kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk
didahulukan.
Dalam hal ini benda yang dapat
dijadikan pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain
:
1. Benda
tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
2. Benda
tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain.
2.
Jaminan
Khusus
Pelunasan hutang dengan jaminan
khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik,
hak tanggungan, dan fidusia.
Selain itu, ada unsur-unsur penting
yang terkandung dalam hukum jaminan,yakni sebagai berikut :
a. Serangkaian ketentuan hukum, baik
yang bersumberkan kepada ketentuan hukum yang tertulis dan ketentuan hukum yang
tidak tertulis. Ketentuan hukum jaminan yang tertulis adalah ketentuan hukum
yang berasal dari peraturan perundang-undangan, termasuk yurisprudensi, baik
itu berupa peraturan yang original (asli) maupun peraturan yang derivatif
(turunan). Adapun ketentuan hukum jaminan yang tidak tertulis adalah ketentuan
hukum yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan pembebanan
utang suatu jaminan.
Fungsi utama dari jaminan adalah untuk meyakinkan bank atau
kreditor, bahwa debitor mempunyai kemampuan untuk mengembalikan atau melunasi
kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan persyaratan dan perjanjian kredit
yang telah disepakati bersama.
Manfaat bagi kreditur :
1.
Terwujudnya
keamanan terhadap transaksi dagang
B. Macam-Macam Hukum Jaminan
1. Jaminan Perorangan
Istilah jaminan perorangan berasal dari kata borgtocht. Ada
juga yang menyebutkan dengan istilah jaminan immateril. Pengertian jaminan
perorangan dapat dilihat dari berbagai pendapat para ahli. Sri Soedewi
Masjchoen Sofwan, mengartikan jaminan imateril (perorangan) adalah :
“Jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan
tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur terhadap debitur tertentu,
terhadap harta kekayaan debitur umunya.
Unsur jaminan perorangan, yaitu :
1. Mempunyai hubungan langsung pada
orang tertentu
2. Hanya dapat dipertahankan terhadap
debitur tertentu
3. Dan terhadap harta kekayaan debitur
umumnya.
Jaminan Perorangan (persoonlijke
zekerheid) Adalah jaminan seseorang dari pihak ketiga yang bertindak untuk
menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban dari debitor. Dengan kata lain,
jaminan perorangan itu adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang
(kreditor) dengan seorang ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban
si berutang.
Jaminan yang berupa orang (jaminan perorangan) dapat
menimbulkan perjanjian penanggungan (borgtocht), dimana ada orang ketiga
(borg) yang menanggung apabila uang pinjaman kredit tidak dikembalikan
oleh pihak peminjam. Jaminan berupa orang (jaminan perorangan) ialah pihak
ketiga (borg) yang menjamin pembayaran apabila debitur tidak sanggup
mengembalikan uang pinjaman pada bank (yang meminjamkan).
Pasal 1820 menyatakan
“penanggungan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga, guna
kepentingan si berutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si
berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya.”
Pasal 1831 menyatakan “si
penanggung tidaklah diwajibkan membayar kepada si berutang, selainnya jika si
berutang lalai, sedangkan benda-benda si berutang ini harus lebih dahulu disita
dan dijual untuk melunasi utangnya.
2.
Jaminan Kebendaan
Jaminan kebendaan dapat diadakan antara kreditor dengan
debitornya, tetapi juga dapat diadakan antara kreditor dengan seorang pihak
ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban dari si berutang
(debitor).
Jaminan yang bersifat kebendaan
yaitu adanya benda tertentu yang dijadikan jaminan (zakelijk). Ilmu
hukum tidak membatasi kebendaan yang dapat dijadikan jaminan hanya saja
kebendaan yang dijaminkan tersebut haruslah milik dari pihak yang memberikan
jaminan kebendaan tersebut.
Pemberian jaminan kebendaan selalu
berupa menyendirikan suatu bagian dari kekayaan seseorang, si pemberi jaminan,
dan menyediakannya guna pemenuhan (pembayaran) kewajiban (utang) dari seorang
debitor. Kekayaan tersebut dapat berupa kekayaan si debitor itu sendiri atau
kekayaan pihak ketiga. Pemberian jaminan kebendaan ini kepada si berpiutang
(kreditor) tertentu, memberikan kepada si berpiutang tersebut suatu hak privilege
(hak istimewa) terhadap kreditor lainnya.
Jaminan kebendaan mempunyai
ciri-ciri “kebendaan” dalam arti memberikan hak mendahului di atas benda-benda
tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan.[4]
C. Hak Retensi
Hak retensi berasal dari kata retain, yang
berarti hak untuk tetap menahan (suatu benda).Yang dimaksud dengan hak retensi
adalah hak untuk menahan sesuatu benda sampai suatu piutang yang bertalian
dengan benda itu dilunasi.
Hak retensi merupakan jaminan khusus yang menguasai
bendanya maka bagi kreditur lebih aman apabila tertuju pada benda bergerak yang
gampang dipindahkan dan berubah nilainya. Selama pemegang gadai tidak menyalah
gunakan barang yang diberikan dalam gadai, maka si berpiutang tidak berkuasa
menuntut pengembaliannya, sebelum ia membayar sepenuhnya baik uang pokok maupun
bunga dan biaya hutangnya, yang untuk menjamin barang gadai telah diberikan,
beserta segala biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan
barang-barang gadai.
Hak retensi bersifat tidak dapat dibagi-bagi, kalau
misalnya sebagian saja dari utang itu tidak dibayar, tidak lalu berarti harus
mengembalikan sebagian dari barang yang ditahan. Hutang seluruhnya harus
dibayar terlebih dahulu baru barang seluruhnya dikembalikan. Hak retensi tidak
membawa serta hak boleh memakai barang yang ditahan tersebut tetapi hanya boleh
menahan saja dan tidak boleh digunakan.
Dalam pasal 1159 ayat 1 juga menyebutkan ‘selama
pemegang gadai tidak melakukan misbruik atas barang gadai itu. Bahwa si
pemegang gadai pada hakikatnya tidak diperbolehkan memakai barang gadaian.
Resiko kehilangan barang itu, lebih berat diletakkan di atas pundak si pemegang
gadai.
Pasal 575 ayat (2) KUHPerdata dan Pasal 576 KUHPerdata
dapat diketahui bahwa yang dinamakan dengan hak retensi adalah hak untuk
menahan kebendaan milik debitur dengan tujuan agar debitur memenuhi
kewajibannya atau membayar utangnya atau melaksanakan perikatannya kepada
kreditur yang diberikan hak retensi tersebut. Jadi pada dasarnya hak retensi
bersifat accesoir yang berarti melekat pada suatu kewajiban, prestasi,
utang, atau perikatan yang harus dilakukan, dibayar, atau dipenuhi oleh
debitur. Hak retensi yang bersifat accesoir yaitu ikut beralih, hapus
dan batal dengan beralihnya, hapusnya dan
batalnya perjanjian pokok.
Perum Pegadaian menahan barang yang
dijadikan jaminan gadai apabila debitur pada saat jatuh tempo hanya membayar
bunganya. Sehingga timbul hutang baru sampai dengan pelunasan hutang oleh
nasabah (pemberi gadai). Hal yang demikian itu disebut Hak Retensi. Sedangkan
hak retensi adalah hak yang diberikan kepada kreditur tertentu, untuk menahan
benda debitur sampai tagihan yang berhubungan dengan benda tersebut dilunasi.
Dalam KUHPerdata mengenai hak retensi diatur dalam
pasal-pasal yang tercerai berai yaitu dalam Pasal 575, Pasal 576, Pasal 577,
Pasal 578, Pasal 715, Pasal 725, Pasal 1616, Pasal 1729, Pasal 1812, dan Pasal
1364 KUHPerdata.[5]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
- Jaminan kebendaan dapat diadakan antara kreditor dengan debitornya, tetapi juga dapat diadakan antara kreditor dengan seorang pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban dari si berutang (debitor).
- Jaminan yang bersifat kebendaan yaitu adanya benda tertentu yang dijadikan jaminan (zakelijk). Ilmu hukum tidak membatasi kebendaan yang dapat dijadikan jaminan hanya saja kebendaan yang dijaminkan tersebut haruslah milik dari pihak yang memberikan jaminan kebendaan tersebut.
B.
Saran
Demikianlah makalah
yang kami buat, apabila ada kesalahan baik dalam penulisan ataupun pembahasan
serta penjelasan kurang jelas, kami mohon maaf. Karena kami hanyalah manusia
biasa yang tak luput dari kesalahan. Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Kami ucapkan terima kasih
atas perhatian dan pastisipasinya
DAFTAR PUSTAKA
Satrio,S.H.,Hukum
Jaminan,Hak Jaminan Kebendaan,Hak Tanggungan Buku I.,Bandung : PT.Citra Aditya
Bakti 2002
H.
Salim HS.,S.H.,M.S.,Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia.,Jakarta :
PT.RajaGrafindo Persada 2007
Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaja, 2005, Hak
Istimewa, Gadai, dan Hipotik, Seri Hukum Harta
Kekayaan, Jakarta :Kencana
Prof.
Dr.Wirjono prodjodikoro,S.H,Hukum Perdata tentang hak atas benda., Jakarta :PT
Intermasa,
[1] .Satrio,S.H.,Hukum
Jaminan,Hak Jaminan Kebendaan,Hak Tanggungan Buku I.,Bandung : PT.Citra Aditya
Bakti 2002, hal. 68-69
[2] H. Salim HS.,S.H.,M.S.,Perkembangan
Hukum Jaminan di Indonesia.,Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada 2007 hal. 217
[3] Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaja, 2005, Hak Istimewa, Gadai, dan
Hipotik, Seri Hukum
Harta
Kekayaan, Jakarta :Kencana hal.66.
[5] Prof. Dr.Wirjono
prodjodikoro,S.H,Hukum Perdata tentang hak atas benda., Jakarta :PT Intermasa,
hal. 157-158
0 Komentar untuk "Makalah Tentang Hukum Jaminan Terhadap Benda "