Label: Kesehatan
Hubungan interpersonal dalam arti
luas adalah komunikasi persuasif yang dilakukan oleh seseorang kepada orang
lain secara tatap muka dalam situasi dan pada semua bidang kehidupan sehingga
menimbulkan kebahagiaan. Dalam arti sempit adalah komunikasi persuasif yang
dilakukan oleh seseorang kepada orang lain secara tatap muka dalam situasi
kerja (work stuation) dan dalam organisasi kekaryaan (work
organization) (Kelly dalam Widayatun, 1999).
1. Aspek-apek
dalam hubungan interpersonal
Dalam
suatu organisasi antara pimpinan dengan pimpinan, antara satu karyawan dengan
karyawan yang lain, antara buruh dengan majikannya saling memiliki kepentingan
bersama. Maka diantara mereka terjadi saling ketergantungan. Adanya
ketergantungan tersebut maka mereka akan saling memperhatikan kepentingan
masing-masing dari sudut pandang kebersamaan dan mereka akan saling bekerjasama
dengan baik sehingga kepentingan masing-masing pihak akan dapat terpenuhi
(Davis dalam Kusjarwati, 2001).
Hal
ini sama dengan pendapat yang
disampaikan Ismani (2001), untuk
melaksanakan tugasnya memberikan pelayanan yang baik kepada individu, keluarga,
kelompok, maupun masyarakat seorang perawat profesional harus dapat bekerjasama
dengan pihak-pihak lain yang berkaitan dengan tugasnya. Jelaslah bahwa hubungan
interpersonal adalah hal yang sangat penting dalam situasi kerja (work
stuation) dan dalam organisasi kekaryaan (work organization).
Menurut
Davis dan Yoder (dalam Kusjarwati, 2001) mengatakan bahwa aspek-aspek dalam
hubungan interpersonal ada dua yaitu komunikasi dan partisipasi.
a. Komunikasi
Komunikasi
adalah peristiwa sosial yang terjadi ketika manusia berinteraksi dengan manusia
lain yang berlangsung dalam kontak tatap muka dimana pesan-pesan mengalir
melalui saluran-saluran yang bersifat antar manusia (Purwanto, 1988).
Hubungan
interpersonal yang baik merupakan hal yang paling penting dalam komunikasi
interpersonal karena setiap kali melakukan komunikasi yang efektif bukan hanya
sekedar menyampaikan isi pesan (content) tetapi juga menentukan kadar
hubungan interpersonal (relationship). Dengan semakin baiknya hubungan
interpersonal semakin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya, sehingga
semakin efektif komunikasi yang berlangsung (Rahmat, 1993).
Dalam
berkomunikasi ditempat kerja ada beberapa aspek yang berperan (Rahmat, 1993)
yaitu :
1) Percaya (trust). Faktor
percaya adalah merupakan faktor yang paling penting karena rasa percaya akan
menyebabkan komunikasi yang terbuka, mengungkapkan pikiran dan perasaan
sehingga terjalin hubungan yang akrab yang berlangsung secara mendalam. Ada
tiga hal yang menumbuhkan sikap percaya yaitu menerima, empati, dan
kejujuran. Menerima adalah kemampuan berhubungan dengan orang lain
tanpa menilai dan tanpa mengendalikan dan melihat manusia sebagai individu yang
patut dihargai. Empati adalah pengungkapan diri kepada orang lain dan
menghindari kepura-puraan. Kejujuran mempunyai makna tidak menutup-nutupi dan
memperlihatkan apa adanya.
2) Dukungan
(suportif). Biasanya yang tampak dari sikap ini adalah : (a) Deskribsi
yaitu penyampaian perasaan tanpa menilai dan menerima mereka sebagai individu
yang patut dihargai. (b) Orientasi masalah adalah mengkomunikasikan keinginan
untuk bekerja sama mencari pemecahan masalah. (c) Spontanitas adalah sikap
jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif yang terpendam. (d) Persamaan adalah
sikap memperlakukan orang lain secara horisontal dan demokratis. Dalam sikap
persamaan kita tidak mempertegas perbedaan.
3) Empati.
Komunikasi memerlukan adanya empati yang dimiliki oleh para pelakunya. Empati
yang terjadi selama komunikasi berlangsung menjadikan para pelakunya mempunyai
pemahaman yang sama mengenai perasaan masing-masing. Karena masing-masing pihak
berusaha untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain dengan mengunakan
cara yang sama.
4) Sikap
terbuka. Karakteristik orang yang terbuka adalah sebagai berikut : (a) Menilai
pesan secara obyektif, berdasarkan kenyataan yang logis. (b)
berorientasi pada isi pembicaraan bukan siapa yang bicara. (c) Mencari
informasi dari berbagai sumber. (d) Lebih bersifat profesional dan bersedia mengubah
kepercaayaan yang tidak sesuai. (e) Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai
dengan rangkaian kepercayaannya, maksudnya orang yang terbuka bersedia
menghadapi perbedaan gagasan, dan mau dialog bersama sehingga tercapai suatu
pengertian.
b. Partisipasi
Dalam
Hubungan interpersonal pimpinan harus melibatkan karyawan untuk berpartisipasi
terhadap pekerjaan sebab bawahan tidak akan memiliki motivasi yang tinggi bila
mereka tidak diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam mencapai tujuan yang
ingin dicapai (Kusjarwati, 2001). Demikian juga dalam memberikan pelayanan
kesehatan terhadap pasien tidak akan mencapai tujuan yang optimal apabila
dokter dan perawat tidak saling partisipasi dan bekerja sama.
Hal
ini sesuai dengan pendapat Mangkunegoro (2000), partisipasi merupakan keterlibatan
mental dan emosional sesorang dalam situasi kelompok yang mendorong dirinya
untuk memberikan sumbangan demi tercapainya tujuan kelompok serta bertanggung
jawab didalamnya.
Indikator-indikator
yang digunakan untuk penilaian partisipasi adalah merasa dihargai, merasa ikut
memiliki, dan merasa diikutsertakan. Dengan partisipasi karyawan (perawat)
diharapkan bekerja dengan penuh semangat meskipun saat itu tidak ada pengawasan
(Nitisemito, 1996).
2. Hubungan
kerja Perawat dalam praktik keperawatan
Dalam
melaksanakan tugasnya secara profesional perawat harus dapat bekerja sama
dengan pihak-pihak lain yang berkaitan dengan tugasnya untuk memberikan
pelayanan yang baik pada individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat.
Ismani
(2001), menyampaikan hubungan kerja perawat dalam menjalankan praktiknya adalah
:
a. Hubungan
kerja Perawat dengan pasien.
Perawat
mempunyai hak dan kuwajiban untuk melaksanakan asuhan keperawatan seoptimal
mungkin dengan pendekatan bio, psiko, sosial dan spiritual sesuai kebutuhan
pasien. Hubungan yang baik antara perawat dan pasien akan terjadi
bila : (1) terdapat saling percaya. (2) Perawat benar-benar memahami hak-hak
pasien. (3) Perawat harus sensitif terhadap perubahan-perubahan kondisi pasien
akibat penyakit. (4) Perawat harus memahami keberadaan pasien sehingga sabar
dan tetap mempertimbangkan etik dan moral. (5) bertanggung jawab dan
bertanggung gugat. (6) Perawat harus dapat menghindari konflik dengan pasien
dengan cara membina hubungan yang baik.
b. Hubungan
kerja Perawat dengan teman Sejawat.
Sebagai
anggota profesi keperawatan, perawat harus dapat bekerjasama dengan teman
sejawat demi meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Perawat harus bisa
membina hubungan baik dengan semua perawat dilingkungan kerjanya, Harus saling
menghargai dan tenggang rasa yang tinggi. Perawat harus dapat memupuk rasa
persaudaraan dengan silih asuh, silih asah dan silih asih.
c. Hubungan
kerja Perawat dengan profesi lain yang terkait.
Dalam
menjalankan tugasnya perawat tidak dapat bekerja tanpa berkolaborasi dengan
profesi lain, misalnya dokter, ahli gizi tenaga laboratorium, tenaga radiologi
dan sebagainya. Masalah-masalah yang muncul dalam keperawatan dengan melihat
masalah keperawatan dan medis, perawat tidak akan exist bila bekerja sendiri
tanpa profesi kesehatan lain, karena perawat bekerja lebih pada bidang
perawatan dan keperawatannya namun pada kenyataannya lebih dari hal itu.
Misalnya melaksanakan monitoring respon pasien atau monitoring komplikasi yang
terjadi dari suatu treatment. Kegiatan yang dilakukan perawat
tersebut adalah tindakan-tindakan kolaboratif dengan medis (dokter).
Masalah-masalah yang dikaji secara bersama-sama disebut dengan masalah
kolaborasi (Black & Jacobs, 1993).
Menurut
Carpenito mendifinisikan masalah kolaborasi sebagai komplikasi-komplikasi
fisiologis yang terjadi akibat kondisi patofisiologis atau yang berhubungan
dengan treatmen dan dari situasi-situasi yang lain. Jelas
bahwa perawat tidak dapat menangani sesuatu yang diluar bidangnya atau secara
mandiri, tetapi perawat harus bekerjasama dengan dokter dalam mencapai masalah
masalah yang sifatnya kolaboratif (Black & Jacobs 1993).
Praktik
kolaborasi tumbuh dengan baik apabila perawat dan dokter belajar menggambarkan apa
yang mereka pikirkan dan lakukan dalam bahasa yang mencerminkan penghargaan,
artikulasinya jelas, dan memungkinkan perbedaan persepsi, dan menejemen sekian
banyak aspek kompleks perawatan kesehatan (Siegler & whitney, 2000).
Sedangkan menurut Baggs & Schmit mengatakan bahwa kolaborasi berpengaruh
besar pada kordinasi perawatan, baik sebagai bentuk kerjasama ataucooperating
treaonably. Sifat interaksi antara perawat dan dokter menentukan
kualitas kolaborasi (Siegler & Whitney, 2000)
ANA
(dalam Siegler & Whitney, 2000), menjabarkan kolaborasi sebagai hubungan
rekanan yang sejati dimana masing-masing pihak menghargai kekuasaan pihak lain,
dengan mengenal dan menerima lingkup kegiatan dan tanggung jawab masing-masing
yang terpisah maupun bersama, saling melindungi kepentingan masing-masing dan
adanya tujuan bersama yang diketahui kedua pihak.
Dalam
menjalankan tugasnya, setiap profesi dituntut untuk mempertahankan kode etik
profesi masing-masing. Bila setiap profesi telah dapat saling menghargai maka hubungan
kerjasama akan dapat terjalin dengan baik, walaupun dalam pelaksanaannya sering
juga terjadi konflik-konflik etis (Ismani, 2001).
d. Hubungan
kerja Perawat dengan Institusi
Pekerjaan
yang sesuai dengan keinginan dan kemampuan akan dapat meningkatkan motivasi
kerja tetapi bila pekerjaan yang didapatkan tidak sesuai dengan keinginan dan
kemampuan yang dimiliki akan menurunkan motivasi kerja yang menjurus terjadinya
konflik antara nilai-nilai sebagai perawat dengan kebijakan institusi tempat
bekerja. Bila terjadai penumpukan konflik nilai dalam pelaksanaan pekerjaan
setiap hari akan menyebabkan : (1) buruknya komunikasi antara perawat dengan
institusi. (2) Tumbuhnya sifat masa bodoh terhadap tugas dan tanggung jawabnya.
(3) menurunnya kinerja.
0 Komentar untuk "Hubungan Interpersonal Perawat"